Oleh Dinda Azzahra )*
Kerukunan beragama di Indonesia bukan hanya sekadar jargon semata, melainkan sebuah keharusan yang harus terus dijaga dan dipelihara. Mengingat Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman agama yang luar biasa, kerukunan beragama menjadi salah satu pilar penting dalam menjaga kestabilan dan kedamaian masyarakat. Terlebih lagi, di era globalisasi ini, tantangan terhadap keutuhan dan persatuan bangsa semakin kompleks, salah satunya adalah ancaman radikalisme dan terorisme. Oleh karena itu, kerukunan beragama berperan vital dalam menangkal penyebaran paham radikal dan aksi terorisme.
Beberapa langkah penting telah diambil oleh pemerintah dan berbagai elemen masyarakat untuk menangani masalah ini, salah satunya adalah melalui seminar yang diadakan oleh Baharkam Polri pada 31 Juli 2024, yang menyoroti pentingnya penanggulangan terorisme, radikalisme, dan intoleransi.
Brigjen Muhammad Rudy Syarifudin dalam sambutannya menjelaskan bahwa situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) yang kondusif sangat penting untuk pembangunan nasional. Hal ini dapat dicapai dengan sinergi antara polisi, masyarakat, dan stakeholder lainnya, yang dikenal sebagai “Tiga Pilar Plus” yang terdiri dari kepala desa, Babinsa, Bhabinkamtibmas, ditambah tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda. Brigjen Rudy menekankan pentingnya kepekaan dan keterlibatan aktif masyarakat dalam kegiatan kontra radikal untuk mencegah terjadinya terorisme dan radikalisme.
Moderasi beragama juga menjadi fokus dalam upaya ini. Ahmad Syalabi M.Ag dari Kemenag Jateng menekankan bahwa moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan perilaku beragama yang moderat, tidak ekstrem, dan seimbang. Ini berarti memahami dan mengamalkan ajaran agama tanpa berlebihan serta menghormati perbedaan keyakinan dengan umat beragama lain. Program “Moderasi Beragama” yang digagas oleh Kementerian Agama RI bertujuan untuk mempromosikan sikap toleran dan menghindari ekstremisme.
Kerukunan beragama juga menjadi perhatian pemerintah daerah. Sekda Sulawesi Tenggara, Asrun Lio, dalam sambutannya mengajak seluruh masyarakat di Bumi Anoa untuk bersama-sama melawan intoleransi, radikalisme, terorisme, serta menyetop penyebaran hoaks dan isu SARA. Potensi konflik sosial dalam konteks Pilkada 2024 perlu diantisipasi dengan baik. Pemerintah daerah dan tim terpadu penanganan konflik sosial memiliki peran strategis untuk mencegah potensi konflik sosial yang dapat berdampak luas jika tidak ditangani sejak dini.
Upaya penanganan radikalisme juga dilakukan oleh Polsek Jempang, Kutai Barat, melalui patroli intensif dan penyuluhan kepada masyarakat agar tidak terprovokasi oleh berita yang belum tentu kebenarannya. Kapolsek Jempang Iptu Sunarto menekankan pentingnya menjaga toleransi antar umat beragama, suku, ras, etnis, dan budaya serta mengajak masyarakat untuk segera melaporkan jika ada indikasi paham radikalisme di lingkungan mereka.
Dalam menghadapi tantangan ini, seluruh elemen masyarakat harus bersatu dan aktif berperan. Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia memiliki kekayaan budaya dan keragaman yang luar biasa. Keberagaman ini harus dijaga dan dirawat dengan baik. Tidak ada tempat bagi paham radikalisme dan terorisme di Indonesia. Radikalisme dan terorisme adalah musuh bersama yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh karena itu, masyarakat harus lebih peka terhadap lingkungan sekitar. Jika ada indikasi munculnya paham radikalisme atau tindakan terorisme, segera laporkan kepada pihak berwenang. Dalam hal ini, masyarakat dapat menjadi mata dan telinga bagi aparat keamanan, baik itu polisi, TNI, maupun satuan pencegahan terorisme dan radikalisme.
Selain itu, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda memiliki peran penting dalam menyebarkan pesan-pesan damai dan toleransi. Melalui pengajian, ceramah, diskusi, dan kegiatan keagamaan lainnya, tokoh agama dapat mengedukasi umat tentang pentingnya kerukunan dan bahaya radikalisme. Tokoh masyarakat dan pemuda juga dapat mengadakan kegiatan yang mempromosikan kerukunan antar umat beragama serta melibatkan berbagai lapisan masyarakat dalam kegiatan yang positif.
Pemerintah juga terus mendukung upaya menangkal penyebaran paham radikal dan terorisme dengan menyediakan fasilitas dan sarana yang mendukung terciptanya kerukunan dan keamanan di masyarakat. Kegiatan seperti seminar, pelatihan, dan kampanye anti radikalisme perlu terus digalakkan. Pemerintah daerah pun aktif berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mencegah potensi konflik sosial, terutama menjelang Pilkada 2024.
Peran media massa juga tidak kalah penting. Media memiliki peranan penting sebagai agen perubahan dengan menyebarkan informasi yang benar dan edukatif. Media bisa menjadi sarana untuk mempromosikan kerukunan dan perdamaian serta menghindari penyebaran berita hoaks dan provokatif yang dapat memecah belah masyarakat.
Kerukunan beragama adalah aset berharga bagi Indonesia. Kerukunan dalam beragama terutama, dapat menjadi benteng pertama dalam menangkal radikalisme dan terorisme. Dengan menjaga kerukunan, kita tidak hanya melawan radikalisme dan terorisme, tetapi juga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Sebab, masyarakat yang hidup dalam kerukunan akan lebih sulit terprovokasi oleh ajaran-ajaran yang mengarah pada kekerasan dan perpecahan. Oleh karena itu, setiap warga negara memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawat kerukunan.
Menangkal radikalisme dan terorisme tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, lembaga pendidikan, media, dan seluruh elemen masyarakat. Semua pihak harus bersatu padu dalam upaya menjaga kerukunan beragama. Dengan kolaborasi yang baik, masyarakat akan semakin kuat dan tidak mudah terpengaruh oleh paham-paham yang merusak.
)* Penulis merupakan pengamat sosial