Oleh: Nana Gunawan )*
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), dalam 10 tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama dua periode 2014-2024, ekonomi Indonesia berhasil tumbuh secara konsisten di tengah meningkatnya ketidakpastian global. Keterlibatan yang kuat dari Pemerintah dalam memajukan berbagai sektor telah menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Bahkan, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi pada Triwulan I 2024 sebesar 5,11 persen (year on year/yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,04 persen (yoy).
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Suharso Monoarfa mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu stabil di kisaran 5 persen selama 10 tahun terakhir pada era Presiden Jokowi. Menurutnya, realisasi pertumbuhan ekonomi nasional berkat keberhasilan Presiden Jokowi menurunkan angka kemiskinan menjadi satu digit, yaitu sebesar 9,63 persen dibandingkan dengan tahun 2014 yaitu sebesar 11,25 persen. Lapangan pekerjaan juga tersedia sebanyak 4,55 juta, sedangkan pada tahun 2014 hanya terdapat 1,87 juta saja. Kemudian, rasio ketimpangan atau gini rasio juga turun menjadi 0,388 dari 0,406 di tahun 2014.
Kemudian, nilai tukar petani meningkat selama 10 tahun terakhir, dari semula indeksnya sebesar 102 pada 2014 menjadi sebesar 112,46. Suharso mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi ini diiringi dengan indeks pembangunan manusia yang naik dari 68,9 pada 2014 menjadi 74,39. Selama 10 tahun masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo, rata-rata lama sekolah semakin meningkat dan angka partisipasi kasar pendidikan tinggi semakin membaik. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat ditunjukkan dengan kualitas sumber daya manusia dan masifnya pembangunan infrastruktur.
Di sektor SDM, adanya reformasi pendidikan dan transformasi sistem kesehatan di mana Program Indonesia Pintar telah memberikan akses pendidikan kepada 20 juta siswa setiap tahunnya. Kemudian, program KIP Kuliah dan Bidik Misi telah memberikan akses pendidikan tinggi kepada 1,5 juta mahasiswa. Sedangkan, di sektor kesehatan adanya penurunan angka kematian bayi dari 27 menjadi 17 per-seribu kelahiran, serta penurunan prevalensi stunting dari 37,2 persen menjadi 21,5 persen. Jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga ikut meningkat dari 133 juta menjadi 273 juta di tahun 2024, dengan separuhnya merupakan penerima bantuan iuran dari Pemerintah.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengatakan bahwa Indonesia mampu menjaga inflasi terkendali di tengah fenomena suku bunga global tinggi. Ke depan, menurutnya inflasi IHK 2024 akan tetap terkendali dalam sasarannya. Inflasi inti diproyeksikan terjaga seiring ekspektasi inflasi yang masuk dalam sasaran, kapasitas perekonomian yang masih besar dan dapat merespons permintaan domestik, imported inflation yang terkendali sejalan dengan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah BI, serta dampak positif berkembangnya digitalisasi. Inflasi volatile food pun diperkirakan tetap terkendali didukung oleh sinergi pengendalian inflasi BI dan Pemerintah Pusat dan daerah.
Melihat fenomena tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan bahwa World Bank (Bank Dunia) sangat mengapresiasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil di atas 5 persen dengan tingkat inflasi sebesar 2,58 persen. Selain itu, World Bank juga mengapresiasi sejumlah program yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi nasional. Airlangga menekankan bahwa Presiden Jokowi selama masa jabatannya selalu fokus pada program dana desa di mana sebesar Rp71 Triliun digunakan untuk berbagai kebutuhan dan kegiatan pedesaan termasuk untuk mengurangi stunting pada anak.
Berbagai program, kebijakan, dan bantuan Pemerintah Indonesia terus menopang seluruh aspek kehidupan masyarakat termasuk kehidupan sosial, kesehatan, aktivitas ekonomi, dan keberlanjutan dunia usaha dengan didukung sinergi dan kerja sama seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat dan dunia swasta. Secara umum, terdapat enam kebijakan utama Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), yakni penanganan kesehatan, perlindungan sosial, insentif bagi dunia usaha, dukungan untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), pembiayaan korporasi, serta program sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Di sisi lain, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) tetap terjaga di tengah peningkatan tekanan di pasar keuangan global, seiring ketidakpastian ekonomi global dan risiko geopolitik dunia yang masih tinggi. Industri perbankan Indonesia mampu menunjukkan kinerja yang resilien menghadapi berbagai dinamika dan tantangan global. Hal tersebut ditunjukkan dengan likuiditas perbankan triwulan II-2024 tetap memadai, tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tercatat tinggi sebesar 25,36 persen.
Sebagai langkah antisipatif atas berbagai dinamika global tersebut, sinergi dan koordinasi dengan otoritas lain khususnya otoritas moneter dan sektor keuangan akan terus diperkuat untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional. Dengan begitu, pemerintah akan terus melakukan monitoring dan assessment terhadap potensi dampak dari dinamika global terhadap perekonomian domestik serta kondisi fiskal. APBN akan terus dioptimalkan sebagai shock absorber untuk menjaga daya beli masyarakat dan momentum pertumbuhan ekonomi. Seluruh pihak harus harus tetap optimis bahwa ekonomi tetap bisa terus tumbuh melihat kuatnya stabilitas politik dan keamanan nasional saat ini.
)* Penulis adalah Pengamat Ekonomi Nusa Bangsa Institute.